Jual Beli Job Taiwan Berdampak Pembebanan Biaya Penempatan pada PMI Melanggar Hukum dan Perundangan

HomeInternational

Jual Beli Job Taiwan Berdampak Pembebanan Biaya Penempatan pada PMI Melanggar Hukum dan Perundangan

Menkopolhukam Hadi Tjahjanto dan Menlu Retno Belum Sejalan dengan Imigrasi dalam Pencegahan TPPO
Pejabat Imigrasi Wajib Baca Undang-undang No.3 Tahun 1951 dan PP No.59 Tahun 2021
Petugas Imigrasi Tolak Binwasnaker Sidak di Bandara Soetta, Diduga Ada Kongkalikong

JAKARTA, clickindonesia.id,- Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) melalui Wasekjen 1 Amri Abdi Piliang mengatakan adanya Praktik jual beli Job Order di Negara tujuan Penempatan Taiwan dilarang karena tidak masuk dalam komponen biaya penempatan yang sudah diatur oleh UU No.18 Tahun 2017 Pasal 30 dan Peraturan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) No. 9 Tahun 2020 dan Keputusan Kepala BP2MI No. 328 Tahun 2022 dan Kepka BP2MI No. 50 Tahun 2023. Pelanggaran ini ada sanksi pidana dan administratif. 

Pasal 72 junto pasal 86 Undang Undang Pelindungan Pekerja Migran (UUPPMI) No. 18/2017 berbunyi “Setiap Orang dilarang: a. membebankan komponen biaya penempatan yang telah ditanggung calon Pemberi Kerja kepada Calon PMI”, pelanggar pasal ini dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda sebesar Rp15 miliar.” 

Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf (v) dan (w) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2024 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dalam Pelaksanaan Penempatan Dan Pelindungan PMI,  Dirjen Binapenta Kemnaker dapat memberikan sanksi penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha P3MI yang melakukan:

  • membebankan komponen biaya penempatan yang telah ditanggung calon Pemberi Kerja atau Pemberi Kerja;
  • membebankan biaya penempatan yang menimbulkan kerugian sepihak atau berakibat pada pemotongan penghasilan selama bekerja di negara tujuan penempatan;


Apa Dampak Jual Beli Job Order Bagi Pekerja Migran Indonesia?

  • Yang pertama pastinya akan berdampak pada mahalnya biaya penempatan kerja ke luar negeri. Berdasarkan penelitian dan pengalaman penulis dalam menangani kasus ini, biaya penempatan melonjak dari Rp70 juta sampai dengan Rp136 juta, jauh dari standar yang ditetapkan oleh Kepala BP2MI (Kepka No. 101/2022) yaitu sebesar Rp33.492.000 (dari Jawa) atau Rp34.992.000 (Luar Jawa). Padahal Kepka BP2MI itu sudah memasukkan jasa P3MI sebesar Rp13 juta per orang. 
  • Beban buruh migran menjadi lebih berat, selain harus memenuhi biaya secara kes, juga harus membayar lagi melalui pemotongan gaji bulanan. 
  • Bisnis penempatan yang dilakukan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (P3MI) ini melanggar prinsip transparansi sebagaimana diatur dalam pasal 2 huruf (i) UUPPMI.  Asas transparansi adalah bahwa Pelindungan PMI dilakukan secara terbuka, jelas, dan jujur. 
  • Perusuhaan P3MI juga melanggar asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan Pelindungan PMI harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Bagaimana Respon Petugas BP2MI dan BINWASNAKER?

Seharusnya semua pejabat yang bekerja di BP2MI dan Binwasnaker menjadi penegak aturan yang dibuat oleh Kemnaker RI. Berdasarkan pengalaman penulis, banyak oknum dari mereka yang kompromi dengan adanya jual beli Job Order. Ini sangat menyakitkan hati nurani rakyat yang situasinya saat ini sedang kesusahan ekonomi.  

Oleh karena itu, untuk  semua kawan-kawan yang sedang mengalami pembebanan biaya penempatan kerja ke luar negeri diatas batas Maximum yang ditetapkan pemerintah atau overcharging, penindasan ini harus kita lawan bersama-sama, keserakahan mereka harus dihentikan dan tidak boleh dibiarkan, termasuk pejabat yang menjadi jongos pengusaha rakus itu. 

Pihak Kepolisian harus berani mengungkap Skandal Praktik Penjeratan Utang menjadi Terang-benderang

Jual beli Job yang dibebankan kepada Calon Pekerja Migran Indonesia ini tentunya menjadi Beban PMI di luar negeri dan membuat PMI menjadi tereksploitasi dan berujung pada Praktik Penjeratan Utang yang merupakan bagian dari Tindak Pidana Perdagangan Orang serta Praktik Pencucian Uang (Money Loundry)

Hal ini tentunya menjadi celah bagi para Sindikat Mafia Money Loundry dan Ijon/Rente yang kini beraksi dalam Tata Kelola Penempatan PMI ke Negara tujuan Taiwan, Korea dan Jepang dengan sengaja memberikan ruang kepada sindikat Money Loundry dan ijon/rente berkedok Koperasi Simpan Pinjam sebagai Avalis penyaluran KUR/KTA PMI, dengan Modus Pura-pura bayar lunas padahal uangnya dari pihak ketiga, yang menikmati suku bunga subsidi bukan PMI, melainkan para sindikat mafia ijon/rente yang saat ini berpesta pora dalam dunia penempatan pekerja migran Indonesia melalui Praktik Penjeratan Utang yang berakibat pada pemotongan gaji PMI di luar negeri.

Semua PMI yang ditempatkan ke Taiwan, Korea Selatan dan Jepang pada umumnya menjadi korban praktik Penjeratan Utang, untuk menelusurinya sangat mudah dengan membuka SISKOPPMI milik BP2MI dan Sisko Siap Kerja milik Kemnaker RI dengan negara tujuan Taiwan, Korea Selatan dan Jepang yang telah ditempatkan, kemudian hubungi Contact mereka dan majikan secara acak untuk mendapatkan testimoni dari mereka PMI yang telah menjadi korban praktik penjeratan Utang berkedok Koperasi Simpan Pinjam dan KUR/KTA PMI.

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0