Site icon Click Indonesia

Pejabat Imigrasi Diduga Salah Tafsirkan UU sehingga Membuka Ruang Bagi Sindikat TPPO

BATAM, clickindonesia.id,- Dalam melakukan Pencegahan terhadap Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara Non Prosedural terkadang terjadi kesalahan komunikasi antara Petugas imigrasi dengan Pengawas Ketenagakerjaan, seperti terjadi di Pelabuhan Batam Center dan Harbourbay Kota Batam pada Hari Rabu 20/12/23 yang lalu saat Binwasnaker dari Kementrian Ketenagakerjaan melakukan inspeksi mendadak sebagai upaya Pencegahan dan Perlindungan terhadap Penempatan PMI secara non Prosedural, namun dilarang masuk zona integritas oleh pihak imigrasi Pelabuhan, padahal sebelumnya Petugas dari Kemnaker RI telah meminta izin terlebih dahulu kepada Syahbandar dan Pengelola Pelabuhan dengan menunjukan Surat Perintah Tugas (SPT) Nomor: 5/896/AS.00.01/XII/2023 yang ditandatangani oleh Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Yuli Adiratna tertanggal 8/12/23 dan Selanjutnya meminta untuk didampingi.

Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (KOMNAS LP-KPK) melalui Wasekjend 1 AMRI PILIANG bersama Awak media clickindonesia.id melakukan penelusuran dan konfirmasi kepada pihak Pengelola Pelabuhan (NA) pada Selasa 26/12/23 pukul 14:00-15:00.wib di Ruang Rapat Lantai 3 Pelabuhan Ferry International Batam Center, beliau mengatakan bahwa memang benar Pihaknya melarang Petugas dari Binwasnaker untuk masuk kedalam Zona integritas karena memang Peraturan Perundang-undangannya mengatakan demikian, ujarnya.

(NA) yang juga Mantan Wakasat Reskrim Polresta Barelang ini menyampaikan bahwa pencegahan PMI Non Prosedural di dalam Areal Zona integritas harus menggunakan Surat Cekal, baru Petugas imigrasi dapat membatalkan Pemberangkatannya, Jika tidak ada surat cekal, maka pencegahan seharusnya dilakukan diluar checkpoint pemeriksaan imigrasi atau di penampungan milik P3MI, dan yang berwenang melakukan sidak dan pencegahan masalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) selama ini adalah BNP2TKI, ucapnya.

Menanggapi hal tersebut, Wasekjend 1 Komnas LP-KPK Amri Piliang mengatakan bahwa telah terjadi mis komunikasi antara keduanya, karena imigrasi mengacu kepada undang-undang Keimigrasian No. 6 Tahun 2011, Sedangkan Binwasnaker mengacu pada UU No.18 Tahun 2017 pasal 83, 84 dan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2021 tentang Pengawasan terhadap Pekerja Migran Indonesia Pasal 90, 91, 92, 93, yang seharusnya tidak ada alasan apapun terhadap Pengawas Ketenagakerjaan untuk dapat memasuki semua tempat termasuk Zona Integritas, apalagi masih di dalam wilayah kedaulatan NKRI, jika sidak dilakukan di tempat-tempat penampungan milik P3MI seperti yang disebutkan oleh Mantan Wakasat Reskrim Polresta Barelang (NA), tentunya unsur memberangkatkan secara non Prosedural tidak cukup bukti karena P3MI adalah Perusahaan penempatan Resmi Sedangkan yang dicegah adalah penempatan tidak Resmi atau ilegal tanpa melalui P3MI yang harus dibuktikan dengan adanya ticket, Boarding Pass dan Visa, ujar Amri.

Amri juga menjelaskan bahwa Fungsi Pengawasan ada pada Binwasnaker, Sedangkan BP2MI tidak memiliki kewenangan untuk melakukan Sidak apalagi Penyidikan, hal ini sesuai dengan amanat UU Nomor 18 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021.

Peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam melakukan pencegahan Penempatan PMI Non Prosedural, oleh karena itu, pihaknya mendorong segera diterbitkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang mengatur Peran serta masyarakat dalam melakukan Pengawasan terhadap Ketenagakerjaan khususnya Pencegahan terhadap Penempatan PMI Non Prosedural pungkasnya. 

Menanggapi masalah tersebut diatas, Kanim Batam menyampaikan melalui Pesan singkat kepada Wasekjend 1 Komnas LP-KPK Amri Abdi Piliang melalui Humas Imigrasi (KR) bahwa Petugas Imigrasi menjalankan Tugas dan Fungsi Keimigrasian sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian beserta seluruh turunannya. 

Peran Imigrasi sangat terikat dengan SOP dan Produk Hukum Keimigrasian. Pada Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Bagian Tindak Pidana Pasal 120 ayat 1 dan 2, tercantum sangat jelas bahwa Fungsi Keimigrasian juga terkait dengan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Salah satu potensi terbesar terjadinya TPPO adalah pada PMI Non Prosedural. Sehingga, pada setiap keberangkatan WNI, petugas akan memastikan penumpang yang akan melintas keluar negeri telah sesuai dengan SOP yang ada. 

Hal ini juga berlandaskan pada UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pada Pasal 22 ayat 2 yang menyebutkan bahwa Area imigrasi merupakan area terbatas yang hanya dapat dilalui oleh penumpang atau awak alat angkut yang akan keluar atau masuk Wilayah Indonesia atau pejabat dan petugas yang berwenang, pungkas Kakanim Batam.

Selanjutnya timbul Pertanyaan dari Aktifis Pemerhati Pekerja Migran Indonesia Abdul Rachim Sitorus Ketua Bidang Hukum Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi); “beliau Pertanyakan Apakah SPT yang ditunjukan Pejabat Binwasnaker tidak berlaku? jadi bagaimana cara pencegahan untuk melindungi PMI yang masih di dalam negeri khususnya yang telah boarding? Siapa pejabat dimaksud dalam Pasal 84 UU No. 18 Tahun 2017 ? Pengertian “Pejabat” yang melakukan tindakan memberangkatkan atau menahan pemberangkatan PMI  dalam rumusan Pasal 84 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 18 Tahun 2017 tentunya termasuk pejabat Imigrasi di Area  Imigrasi atau Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Oleh karena itu Penyidik PNS Kemnaker dan atau polisi dalam menjalankan ketentuan Pasal 84 UU No. 18 Tahun 2017 tentunya dapat atau berwenang masuk ke Area Imigrasi di TPI dan bahkan dapat menangkap pejabat Imigrasi di Area Imigrasi yang diduga melanggar Pasal 84 UU No. 18 Tahun 2017,” pungkas Abdul Rachim Sitorus. (Darman.Red)

Exit mobile version