CLICKINDONESIA.ID || JAKARTA – Masyarakat Pulau Mendol Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau terus melakukan perjuangan atas hak tanah eks PT TUM dengan mendesak agar Majelis Hakim menolak gugatan PT TUM pada Hak Guna Usaha (HGU) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Kali ini, perwakilan masyarakat Pulau Mendol ikut langsung menyuarakan dalam menolak gugatan dari PT Trisetia Usaha Mandiri (TUM). Hal itu ditampikan kepada Kementerian ATR/BPN soal pencabutan izin Hak Guna Usaha (HGU) melalui Surat Keputusan Nomor 1/PTT-HGU/KEM-ATR/BPN/I/2023 tanggal 24 Januari 2023 lalu.
Perwakilan masyarakat Pulau Mendol melakukan aksi di depan PTUN Jakarta yang didampingi dan dibersamai WALHI Riau, WALHI Eksekutif Nasional, dan WALHI Jakarta.
Aksi disemarakkan dengan membentangkan spanduk, poster, dan flyer. Bertuliskan “Selamatkan Pulau Mendol, Majelis Hakim PTUN Jakarta Tolak Gugatan PT TUM” yang mana pada unjuk rasa itu disuarakan oleh perwakilan masyarakat Pulau Mendol dan WALHI.
Dalam orasinya, Wan Andi Gunawan selaku
Forum Masyarakat Penyelamat Pulau Mendol (FMPPM) menyampaikan majelis hakim dalam putusannya harus melindungi hak atas tanah masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan di Pulau Mendol.
“Keputusan pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Kementerian ATR/BPN yang mencabut Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT TUM di Pulau Mendol perlu kita dukung dan kami percaya Majelis Hakim masih punya hati nurani,” tujar Wan Andi Gunawan ketika berorasi di depan PTUN Jakarta. Senin, (21/8/2023).
Majelis Hakim PTUN Jakarta yang terhormat, Wan Andi Gunawan menyampaikan hari ini FMPPM membawa suara dari masyarakat Pulau Mendol, untuk diketahui sampai saat ini Pulau Mendol yang merupakan pulau terluar Provinsi Riau masih terancam dari perusakkan hutan dan lingkungan hal itu adalah sumber penghidupan petani yaitu kebun kelapa dan sawah pasang surut (Padi).
“Kami beharap kepada Majelis Hakim PTUN Jakarta dalam putusannya agar berpihak kepada masyarakat, gunakanlah hati nurani agar nasib Pulau Mendol bisa terus bisa diperuntukkan kepada petani, karena PT TUM selama ini diduga telah merampas hak rakyat di Pulau Mendol. Mau kemana kami lagi, jika hak sudah dirampas, semoga suara kami ini dapat merenyuh hati Majelis Hakim,” kata Wan Andi.
Di tempat yang sama, Kazzaini Ks merupakan tokoh Masyarakat Pulau Mendol juga menyebutkan aksi ini sebagai komitmen masyarakat Pulau Mendol mengawal proses persidangan dan meminta majelis hakim berpihak kepada masyarakat dan lingkungan dengan cara menolak gugatan PT TUM.
“Kami memohon kepada majelis hakim untuk menolak gugatan PT TUM atas pencabutan HGU oleh Kementerian ATR/BPN di Pulau Mendol, karena itu sangat merugikan masyarakat. Masyarakat sudah gelisah terhadap keberadaan P TUM,” ujar Kazzaini Ks.
Menurut Kazzaini Ks, konflik berawal dari Surat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau Nomor: MP.3.02/2123-14/VI/2022 tanggal 15 Juli 2022, ditujukan kepada Direktur PT TUM. Surat itu memuat peringatan kepada PT TUM bahwa dalam jangka paling lama 20 (dua puluh) hari kalender untuk mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah HGU-nya.
Berdasarkan surat tersebut, terang Kazzaini Ks bahwa PT TUM telah melakukan aktivitas pembangunan kanal, yang kemudian mendapat penolakan dari warga. Kemudian BPN Kantor Wilayah Provinsi Riau membentuk panitia C melakukan evaluasi terkait objek HGU milik PT TUM.
“Hasil evaluasi panitia C tertuang dalam berita acara Nomor 00146 dan 00147, yang ditindaklanjuti dengan mengeluarkan surat peringatan pertama sampai dengan peringatan etiga terkait penelantaran tanah seluas 6.055,77 hektare kepada manajemen PT TUM,” jelas Kazzaini Ks.
Selanjutnya, Agustian selaku Ketua Forum Masyarakat Kuala Kampar (FMKK) dan Muhammad Supiyano sebagai Ketua Karang Taruna Kuala Kampar di sela demonstrasi menyampaikan kedatangan wakil masyarakat Pulau Mendol ke PTUN Jakarta bukan tanpa dasar, ini merupakan konsistensi perjuangan rakyat dalam mempertahankan tanah tumpah darah.
“Hari ini kami kembali hadir Di Jakarta, untuk memperjuangkan hak masyarakat Pulau Mendol atas tanah eks HGU PT. TUM yang mana Kementerian ATR/BPN telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1/PTT-HGU/KEM-ATR/BPN/I/2023 yang mencabut HGU PT TUM dan menetapkan lahan tersebut menjadi tanah terlantar, HGU PT sudah dicabut, artinya secara de facto PT TUM tak ada hal atas lahan di Pulau Mendol,” terangnya.
Pada 30 Januari 2022, terang Agustian masyarakat Pulau Mendol mendapat kabar bahwa lahan eks PT TUM telah kembali masyarakat, atas dasar itu lah masyarakat Pulau Mendol menyatakan dengan keras, bahwa PT TUM harus hengkang dari Kuala Kampar.
“Secara keras kami menolak keberadaan PT TUM di Pulau Mendol, keberadaan bakal koorporasi perkebunan sawit itu tidak diharapkan sama sekali oleh masyarakat, hal ini banyak faktor yang menjadi sebab dan musababnya, kepada pemilik PT TUM jangan membuat konflik di kampung kami, kita tidak akan memberi ruang sedikitpun kepada antek-antek kapitalis dan oligargi, ini tanah kami, pergi ‘kau’ dari tanah ini” sebut Agustian.
Sebagaimana diketahui, Agustian menceritakan bahwa pada perjuangan dalam menolak keberadaan PT TUM ini telah memakan korban, dimana saat itu Pahlawan Penyelamat Pulau Mendol Said Abu Sufian (Alm) meninggal dunia akibat kecelakaan ketika ingin menggelar pertemuan bersama Kementrian ATR/BPN pada September 2022 lalu.
“Alfatihah kita kirimkan untuk Said Abu Sufian (Alm) beliau telah memperjuangkan tanah masyarakat Pulau Mendol, sesampai dia harus pulang kepada Allah SWT terlebih dahulu, kami sangat merenungi, seakan tidak percaya kalau perjuangan ini terjadi seperti ini, Ya Allah. Tunjukkanlah KuasaMu, berilah kemurkaan kepada PT TUM, tak ada yang bisa dibalas oleh mereka, tidak punya hati nurani, hari ini PT TUM berbuat kebajikan, padahal tak ada hak mereka disana, berilah ganjaran yang setimpal, hakim adalah wakil Tuhan,” pungkasnya.
Masih di tempat yang sama, Uli Arta Siagian selaku Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, mengatakan pencabutan HGU PT TUM sebagai dasar keadilan melindungi hak atas tanah masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan di Pulau Mendol.
“Secara substansi, kita tahu bahwa tanah ini sudah di kuasai masyarakat sejak lama dan kami datang untuk memastikan putusannya harus adil dan berpihak kepada masyarakat dengan cara tidak mengabulkan gugatan oleh PT TUM,” sebut Uli.
Kajian ruang dan observasi lapangan WALHI Riau di Pulau Mendol, Uli mengungkapkan Tim menemukan bahwa ada aktivitas perkebunan kelapa sawit PT TUM menjadi beban yang harus dihadapi oleh masyarakat.
Selain itu, terang Uli. aktivitas pembukaan kanal hingga bibir pantai yang dilakukan oleh PT TUM membuat muka air tanah berkurang.
“Kemudian alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit juga akan mempengaruhi kondisi tanah Pulau Mendol termasuk lahan pertanian masyarakat,”imbuhnya.
Selanjutnya, Ahlul Padli Kordinator Media dan Penegakan Hukum WALHI Riau secara teknis menyampaikan bahwa masalah lahan Eks PT TUM pada 21,32% atau 6.550 hektar daratan Pulau Mendol dikuasai oleh PT TUM.
“Jika ini dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi ekosistem gambut, beras ladang dan perekonomian masyarakat Pulau Mendol. Pulau Mendol merupakan pulau kecil seluas 30.717 hektar atau 307,17 km persegi,”ungkapnya.
Pulau Mendol itu, kata Ahlul adalah Pulau Gambut (Delta) dengan lebih separuh luasan kawasan lindung ekosistem gambut, oleh karena itu Majelis Hakim harus membatalkan gugatan PT TUM agar keselamatan gambut terjaga dan kelangsungan hidup masyarakat.
“Pulau Mendol saat ini sedang di rusak oleh aktivitas perkebunan kelapa sawit milik PT TUM, hutan rusak, gambut rusak dan sumber air mulai terancam. Hari ini masyarakat meminta keadilan kepada para majelis hakim untuk mendengarkan suara-suara masyarakat,” tutur Ahlul Fadli. (ari)
COMMENTS