Rabu (29/11/23) Clickindonesia.id, Yogyakarta – Eigendom verponding adalah surat tanda kepemilikan tanah yang dikeluarkan pada masa jaman kependudukan Belanda di Indonesia. Surat kepemilikan/Eigendom verponding ini adalah dokumen kepemilikan terakhir atau terbarukan yang dicatat dan diarsipkan jaman kepemimpinan Ratu Wilhelmina mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Seperti kita ketahui tanah eigendom ada dua jenis yaitu eigendom verponding dan eigendom biasa. Untuk itu, harus dipastikan jenis eigendomnya yang mana. Proses perubahan dari eigendom menjadi SHM dilakukan melalui konversi atau penyesuaian hak atas tanah yang tunduk pada aturan hukum sebelum adanya UU Pokok Agraria.
Hal ini terjadi pada saat kerajaan belanda secara sah mengambil alih atau akuisisi perusahaan gabungan bernama VOC, maka VOC yang telah memetakan per-wilayah kerajaan sebagai blok kepemilikan pribadi pribumi yang kala itu digunakan untuk mengadakan kepentingan kerjasama (Sewa Lahan), secara otomatis dengan adanya akuisisi tersebut kerajaan belanda menjadi pengelola kontrak tunggal atas tanah milik pribumi.
Dengan basic pemetaan yang terdahulu dan ditambah penyempurnaan pemetaan yang baru beserta dengan sistem dijaman Ratu wihelmina, maka semakin jelas tentang status kepemilikan tanah, penyewa tanah, pengguna tanah, batas wilayah hak pemerintah dalam mengelola tanah.
Terbentuknya pemetaan beserta sistem pertanahan yang baru dikala itu, di sahkan oleh Notaris sebagai penguat secara hukum, menjadikan reformasi agraria menjadi sangat jelas.
Sistem pertanahan di jaman Belanda dan setelah Indonesia merdeka.
Kita mengenal dengan Undang Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) sebagai payung hukum untuk segala urusan yang menyangkut status tanah beserta keperuntukan dan juga hukum hukumnya.
Lantas perbedaan apa saja antara Sistem di jaman Belanda dan sekarang ini?
Sebenarnya Sistem yang lama tidaklah jauh berbeda dengan sistem yang kita jalani disaat ini, walaupun ada beberapa hak atas tanah masa lampau yang dihapuskan dikarenakan tidak sesuai dengan keadaan negara dan semangat negara setelah bangsa ini menyatakan diri untuk Mandiri (Merdeka).
Namun secara garis besar, sistem yang kita jalani saat ini adalah sama dengan yang terdahulu hanya saja berbeda kata (Belanda dan Indonesia).
Ada beberapa contoh yang akan saya sebutkan dibawah ini yaitu sebuah sistem dimasa lalu dan masih tetap dijalankan pada masa sekarang dengan sistem yg nyaris sama.
Seperti HGB/RVO yang artinya adalah Hak guna bangunan. Dalam hal pengelolaan hak pakai agraria / BPN masih menjalankan sistem yang lama dan hanya menerjemahkan pelaksanaannya hingga pada saat ini. Yang berbeda hanyalah badan pengelolanya saja.
Begitu juga dengan hak pemerintah yang mendapat limpahan kuasa oleh sang pemilik tanah sebagai badan pengelola pertanahan menggantikan pemerintahan belanda yang sudah Tidak berkuasa lagi di Indonesia. Hal ini secara jelas tertuang pada UUD 45 pasal 33 yang menjadi pokok Hukum pertanahan di negara ini. (Kaperwil DIY).
COMMENTS