Himsataki: Penempatan Pekerja Migran Indonesia ke Saudi Arabia Masih Jalan di Tempat

HomeKabar Migran

Himsataki: Penempatan Pekerja Migran Indonesia ke Saudi Arabia Masih Jalan di Tempat

APJATI Lepas Keberangkatan PMI Program Satu Kanal ke Saudi Arabia
TPPO Meningkat Akibat Menaker Tutup Program SPSK, Arab Saudi Minta Negosiasi Ulang
Petugas Imigrasi Tolak Binwasnaker Sidak di Bandara Soetta, Diduga Ada Kongkalikong

JAKARTA, clickindonesia.id, – Dewan Pendiri Himpunan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Yunus Yamani angkat bicara terkait penempatan pekerja migran ke Saudi Arabia yang dalam kurun 13 tahun terakhir masih jalan di tempat, kepada awak media (Selasa 10/09/24)

Bahkan yang terakhir ketika Menteri Ketenagakerjaan dijabat oleh Ida Fauziah yang sudah dibekali perjanjian bilateral antara Indonesia dan Saudi, namun penempatan pekerja migran Indonesia masih tersendat-sendat.

“Kami tidak tahu persis apa penyebabnya, yang jelas hanya 58 perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI) yang bisa menempatkan pekerja migran ke Saudi, sementara ratusan lainnya tidak bisa karena tidak terdaftar dalam Kepmenaker 291” ujar pendiri Himsataki, Yunus Yamani, Selasa (10/09/24).

Dia menilai telah terjadi monopoli / diskriminasi penempatan pekerja migran ke Saudi Arabia yang diciptakan Kemnaker dengan 58 P3MI, di sisi lain mereka yang mendapat penunjukan juga tidak bisa menempatkan pekerja migran ke Saudi hingga saat ini karena sisko pelayanan dihentikan.

Fakta yang tidak terbantahkan, kata Yunus, penempatan pekerja migran di luar prosedur (Non Prosedural) ke Saudi tetap berjalan hingga saat ini, dan Kemnaker tidak mampu mencegahnya atau minimal mencari jalan keluarnya agar perlindungan terhadap PMI tetap berjalan.

Indonesia memberlakukan moratorium (penghentian sementara) penempatan pekerja migran ke Saudi sejak 2011.

“Sesuai pengalaman yang sudah-sudah, satu-satunya jalan untuk menanggulangi penempatan di luar prosedur ke Saudi, ya, penempatan pekerja migran dibuka sama seperti ke Taiwan, Singapura, Malaysia dan negara lainnya, jangan hanya ke Timur Tengah atau ke Saudi saja yang ditutup terus,” ucapnya.

Dia memperkirakan kehilangan pendapatan secara sederhana. Jika per bulan penempatan bisa mencapai 18.000 pekerja migran dan recruiting fee yang diperoleh sebesar 4.000 dolar AS per pekerja migran, maka potensi pendapatan yang hilang per tahun 864 juta dolar AS.

Uang ini masuk dan tersebar ke seluruh Indonesia, di kantong-kantong Pekerja Migran Indonesia. Belum termasuk gaji yang diterima dan dikirimkan ke keluarga di Indonesia.

Potensi kerugian ini dengan ditutupnya penempatan Pekerja Migran ke Timur Tengah yang sudah berjalan 13 tahun atau sejak 2011. “Jika setiap tahun devisa menguap 864 juta dolar AS, maka 13 tahun menjadi 11,232 miliar dolar AS atau Rp174 triliun,” cakap Yunus.

Dia tidak mengerti cara apa lagi yang akan ditempuh Kemnaker dalam menangani masalah penempatan pekerja migran ke Saudi dan menghentikan penempatan di luar prosedur. “Kelihatannya sampai sekarang juga belum punya jalan keluar.” Pungkasnya.

(Joko.Red)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0